„Tantangan Layanan Keliling di Daerah Terpencil Lampung Selatan: Antara Harapan dan Realita“
Layanan keliling telah menjadi solusi alternatif bagi pemerataan pelayanan publik di daerah terpencil, termasuk di wilayah Lampung Selatan. Program ini mencakup berbagai bidang, seperti pelayanan kesehatan, administrasi kependudukan, perpustakaan keliling, hingga layanan pendidikan nonformal. Namun, meski semangat pelayanan bergerak ini tinggi, pelaksanaannya di daerah terpencil Lampung Selatan tidak lepas dari beragam tantangan.
1. Infrastruktur Jalan yang Terbatas
Salah satu tantangan utama adalah kondisi infrastruktur jalan yang masih jauh dari layak. Banyak desa di pegunungan atau daerah pesisir seperti Kecamatan Rajabasa, Bakauheni, dan Kalianda yang jalannya belum diaspal atau rusak parah. Hal ini menyulitkan kendaraan layanan keliling untuk mencapai lokasi, terutama saat musim hujan. Tak jarang, mobil layanan terpaksa berhenti di titik tertentu dan petugas melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki atau menggunakan sepeda motor. satpas 2537 lamsel
2. Minimnya Sarana dan Prasarana
Sebagian besar kendaraan layanan keliling masih menggunakan armada lama dengan fasilitas terbatas. Misalnya, dalam layanan kesehatan keliling, ketersediaan alat medis, pendingin vaksin, dan tempat pemeriksaan yang memadai sering kali menjadi kendala. Hal ini berdampak pada kualitas layanan yang bisa diberikan kepada masyarakat.
3. Keterbatasan Tenaga dan SDM
Petugas layanan keliling seringkali merangkap beberapa peran, seperti sopir, petugas administrasi, hingga tenaga medis. Jumlah tenaga kerja yang terbatas membuat frekuensi layanan ke desa-desa terpencil menjadi kurang optimal. Dalam beberapa kasus, desa hanya dikunjungi satu atau dua kali dalam sebulan, sehingga pelayanan menjadi tidak berkelanjutan.
4. Kurangnya Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat
Banyak masyarakat di daerah terpencil belum memahami secara menyeluruh manfaat layanan keliling, sehingga tingkat partisipasi mereka masih rendah. Kurangnya informasi, ditambah dengan rendahnya tingkat literasi, membuat sebagian warga enggan memanfaatkan layanan yang ada. Padahal, program ini dirancang untuk mendekatkan layanan kepada mereka yang kesulitan menjangkau pusat kota.
5. Masalah Konektivitas dan Komunikasi
Keterbatasan sinyal telekomunikasi di beberapa wilayah juga menjadi kendala tersendiri, terutama untuk layanan yang membutuhkan sistem online seperti pencetakan KTP atau pengisian data penduduk. Hal ini menyebabkan keterlambatan dalam proses pelayanan dan pengiriman data ke pusat.
6. Pendanaan yang Terbatas
Banyak program layanan keliling yang masih bergantung pada anggaran daerah atau bantuan dari pemerintah pusat. Namun, alokasi anggaran yang terbatas membuat keberlangsungan program ini belum sepenuhnya terjamin. Beberapa program hanya berjalan pada saat tertentu, misalnya menjelang pemilu atau program nasional tertentu.
Solusi dan Harapan ke Depan
Menghadapi tantangan tersebut, beberapa langkah strategis perlu dipertimbangkan. Peningkatan infrastruktur dasar seperti jalan dan jembatan sangat krusial untuk menunjang mobilitas layanan keliling. Selain itu, pengadaan armada dan alat pendukung yang lebih modern dan ramah lingkungan perlu menjadi prioritas.
Pelatihan dan rekrutmen tenaga kerja lokal juga bisa menjadi solusi untuk menambah sumber daya manusia yang memahami kondisi wilayah. Sosialisasi aktif melalui tokoh masyarakat, sekolah, dan lembaga keagamaan dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap program layanan keliling.
Terakhir, perlu adanya sinergi antara pemerintah daerah, pusat, LSM, dan sektor swasta dalam membiayai dan mendukung kelangsungan program ini. Kolaborasi yang baik akan memperkuat dampak layanan keliling dalam jangka panjang.